21 Juli, 2008

CATATAN TENTANG TASAWUF

Tulisan ini ter-inspirasi oleh pertanyaan salah seorang sahabat saya tentang tasawuf. Secara tidak sengaja, ketika lagi beres-beres lemari buku, saya menemukan foto copy tentang bahasan tasawuf (tapi sayang, halaman muka buku ini tidak di foto copy, jadi saya tidak tahu judul bukunya), foto copy ini adalah materi kuliah agama ketika saya kuliah tingkat satu. Semoga tulisan ini bermanfa’at untuk Lia dan sahabat yang lainnya......

Asal – Usul Tasawuf
Tasawuf merupakan salah satu dimensi dalam ajaran Islam. Tasawuf berasal dari kata suf artinya kain yang dibuat dari wol, karena penganut tasawuf pada zaman dahulu hanya berpakaian dari bahan bulu binatang (kain wol yang kasar, bukan wol yang halus seperti sekarang). Kain kasar itu diidentikan dengan kesederhanaan dan kemiskinan. Orang yang menjalankan tasawuf disebut sufi. Mereka biasanya hidup sederhana dan miskin dengan tujuan agar hati mereka tetap suci dan mulia terbebas dari nafsu dunia.
Landasan filsafat tasawuf adalah bahwa Tuhan bersifat immateri dan Maha Suci, maka unsur manusia yang dapat bertemu dengan Tuhannya adalah unsur ruh yang suci (yang juga bersifat immateri).
Tasawuf merupakan ilmu yang mempelajari cara dan bagaimana seorang muslim dapat berada sedekat mungkin dengan Allah SWT.
Untuk mempelajari tasawuf, ilmu tentang aqidah dan syariat Islam harus dikuasai terlebih dahulu, karena tasawuf sangat memerlukan pendalaman ilmu dan merupakan pengalaman yang bersifat ruhaniyah.

Para ahli mengemukakan asal-usul lahirnya tasawuf dalam beberapa teori, diantaranya:
1.Tasawuf dipengaruhi oleh faham Kristen yang menjauhi dunia dan mengasingkan diri dalam biara-biara, hal ini dilakukan oleh para rahib Kristen

2.Filsafat mistik Phytagoras menyebutkan bahwa ruh manusia bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang asing. Badan adalah penjara dari ruh. Kesenangan ruh yang sebenarnya ada di alam samawi. Manusia harus membersihkan ruh dengan meninggalkan hidup materi, yaitu dengan hidup zuhud untuk selanjutnya berkontemplasi

3.Filsafat Emanasi Plotinus yang mengatakan bahwa wujud itu memancar dari zat Yang Maha Esa. Ruh berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Dengan masuknya ke alam materi, ruh menjadi kotor, dan agar dapat kembali ke tempat asalnya maka ruh itu harus dibersihkan. Penyucian ruh dengan cara meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan sedekat mungkin, kalau bisa dia bersatu dengan Tuhan.

4.Ajaran Budha dengan faham nirwananya. Untuk mencapai nirwana, maka manusia harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi faham fana yang terdapat dalam tasawuf hampir sama dengan faham nirwana ini.

5.Ajaran hindu yang mendorong manusia untuK meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan.
Menurut para ahli, faham diatas, mempengaruhi sufisme di kalangan umat Islam


Tasawuf dalam Pandangan Al Qur’an

Kata tasawuf, tidak tercantum secara eksplisit dalam Al Qur’an. Tetapi apa yang dilakukan oleh para sufi merupakan implementasi dari ayat-ayat Al Qur’an.
Beberapa ayat yang menggambarkan bahwa manusia dekat dengan Tuhannya, tercantum dalam ayat berikut:
"Jika hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan yang memanggil jika Aku dipanggil." (QS 2:186)
“Kami telah ciptakan manusia dan kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya dan Kami lebih dekat kepada manusia daripada pembuluh darah yang ada di lehernya.” (QS 50:16)
Tasawuf merupakan upaya mendekatkan diri kepada Tuhan, untuk menempuh jalan itu, maka kaum sufi harus menempuh tarekat (jalan) yang panjang melalui maqamat-maqamat (stasion-stasion) tertentu.. Maqamat-maqamat yang biasanya dilalui oleh para sufi berbeda-beda, maqamat-maqamat yang harus dilalui itu adalah:
1.Taubat
Taubat adalah memohon ampun, tidak mengulangi kembali dosa-dosa. Langkah pertama adalah taubat dari dosa besar dan kecil. Taubat yang sebenarnya dalam dunia tasawuf adalah melupakan segala hal kecuali kepada Allah. Taubat adalah mencintai Allah, dan orang yang mencintai Allah senantiasa akan mengadakan hubungan dan kontemplasi tentang Allah.

2.Zuhud
Untuk memantapkan taubat, calon sufi haruslah zuhud, yaitu meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Dalam sejarahnya, Zuhud ada di kalangan umat Islam sebelum tasawuf, sebagai reaksi pada abad I dan II hijriah terhadap kehidupan mewah yang melanda masyarakat, terutama dari kalangan keluarga kerajaan dan kaum bangsawan. Sebagian umat Islam, membandingkan kehidupan saat itu dengan kehidupan Rasul yang sederhana dan bersahaja. Mereka ingin menghayati dan mempertahankan kesederhanaan seperti Rasul dan para sahabatnya, kemudian mereka mengasingkan diri dari tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Ajaran zuhud itu sendiri sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai meninggalkan dunia secara mutlak, tetapi merupakan sikap jiwa yang tidak meletakkan kehidupan dunia sebagai tujuan. Dunia dipandang sebagai alat untuk merealisasikan tujuan yang hakiki, yaitu taqarrub kepada Allah.

3.Wara
Wara adalah meninggalkan segala sesuatu yang di dalamnya ada unsur subhat (keraguan) tentang kehalalannya. Dalam dunia tasawuf, ketika seorang telah mencapai wara, maka tangannya tak dapat diulurkan untuk mengambil sesuatu yang di dalamnya ada unsur subhat.

4.Kefakiran
Kefakiran dalam istilah sufi adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada dirinya. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk menjalankan kewajiban, bahkan tidak meminta kendatipun tak ada pada diri kita. Kalau di beri diterima, tidak meminta, tetapi tidak menolak.

5.Sabar
Sabar dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya, menerima segala musibah, cobaan dan ujian yang ditimpakan kepadanya seraya menunggu pertolongan dari Allah.

6.Tawakal
Tawakal adalah menyerah kepada qadha dan putusan Allah. Sikap tawakal kaum sufi adalah menerima pemberian dengan rasa syukur. Kalau tidak dapat apa-apa, bersikap sabar dan menyerah kepada qadha dan qadarnya Allah. Sikap ini ditampilkan kaum sufi dengan tidak memikirkan hari esok, tetapi cukup dengan apa yang ada untuk hari ini, tidak mau makan karena ada orang yang lebih memerlukan makanan itu.

7.Ridha (kerelaan)
Ridha adalah tidak menentang qadha dan qadarnya Allah, melainkan menerima dengan senang hati, sehingga seorang sufi akan merasa senang baik ketika menerima nikmat maupun ketika menerima malapetaka. Kerelaan ditampilkan dalam bentuk penerimaan terhadap apa yang terjadi, mereka tidak minta dimasukkan ke dalam surga tapi juga tidak minta dijauhkan dari neraka

8.Mahabbah
Di maqammat ridha, kaum sufi telah dekat dengan Tuhan dan rasa cinta yang menggelora kepada Tuhan, membawanya pada cinta ilahiyah. Cinta pada Allah ditampilkan dalam bentuk kepatuhan tanpa reserve, penyerahan diri total, dan pengosongan hati dari segala sesuatu kecuali Allah. Hati yang mahabbah, dipenuhi dengan cinta, sehingga tidak ada tempat untuk benci kepada apa dan siapapun. Ia mencintai Tuhan dan segenap mahlukNya. Para sufi dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya, sehingga para sufi telah sampai pada maqamat ma’rifat

9.Ma’rifat
Ma’rifat artinya mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan, tetapi ia belum puas dengan berhadapan, ia ingin lebih dekat lagi bersatu dengan Tuhan. Menurut ahli tasawuf, ma’rifat dapat diperoleh sufi melalui alat yang disebut sir. Dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia memiliki 3 alat, yaitu qalb untuk mengetahu sifat-sifat Tuhan, ruh untuk mencintai Tuhan dan sir untuk melihat Tuhan.

10.Al-Fana wal Baqa
Pada maqamat ma’rifat, seorang sufi telah dekat sekali dengan Tuhan, tetapi ia belum puas dengan berhadapan, ingin dekat lagi dan bersatu dengan Tuhan. Sebelum seorang sufi dapat bersatu dengan Tuhan, terlebih dahulu ia harus menghancurkan dirinya, selama ia masih belum menghancurkan dirinya (masih sadar akan dirinya), ia tidak akan dapat bersatu dengan Tuhannya. Penghancuran ini disebut fana, penghancuran dalam istilah sufi selalu diiringi dengan baqa. Fana yang dicari kaum sufi adalah penghancuran diri, yaitu hancurnya perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia. Kalau sufi telah mencapai fana an-nafs, yaitu jika wujud jasmaninya tidak ada lagi (dalam arti tidak disadarinya lagi), maka yang akan tinggal adalah wujud ruhaninya dan ketika itu ia dapat bersatu dengan Tuhannya

11.Al-Ittihad
Dengan hancurnya kesadaran diri seorang sufi, tinggalah kesadaran tentang Tuhan, ia pun sampai ke tingkat ittihad, yaitu suatu tingkatan dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan dimana yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka memanggil yang lainnya dengan kata-kata : wahai Aku! Muncullah ungkapan sufi yang terasa ganjil:

Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku
Melalui diri-Nya aku berkata: Hai Aku

Di sinilah sufi telah mencapai tujuan akhirnya, sampai kepada Tuhan, bahkan menyatu dengan Tuhan
Para ahli syariat Islam, menyatakan bahwa ajaran seperti ini telah keluar dari Islam
Untuk mencapai maqamat-maqamat di atas tidaklah mudah, perlu riyadhah (latihan terus menerus)

Tasawuf dalam kehidupan modern
Tasawuf pada dasarnya membahas dasar dari segala dasar, sehingga pada dasarnya tasawuf adalah filsafat juga. Hanya kalau filsafat mencari Tuhan dengan menggunakan daya nalar (akal) sedangkan tasawuf menngunakan daya rasa (qalbu).
Dalam kehidupan modern, ajaran tasawuf dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Apalagi dalam kehidupan yang serba hedonis, persaingan yang tajam, kesibukan yang menyita waktu, semuanya akan melahirkan jiwa yang rapuh, rasa gelisah dan kecemasan yang meningkat setiap saat. Seiring dengan waktu karena pengaruh lingkungan akan timbul sikap rakus, pemarah, egois, suudzhan dan sebagainya. Perlu ada terapi untuk mengobati berbagai penyakit jiwa tersebut. Dalam pandangan ahli tasawuf, terapi itu dapat dilakukan dengan menimbulkan watak syukur, ‘iffah (pema’af) dan rahmah.


Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tasawuf merupakan latihan pensucian jiwa untuk membersihkan jiwa hawaniyah (kebinatangan, seperti sifat rakus, egois, licik, dll), untuk memunculkan jiwa basyariah (kemanusiaan), dan kemudian menghiasi jiwa kemanusiaan dengan nilai-nilai ketuhanan. Metode tasawuf sendiri ada yang diambil dari ajaran agama lain, ada juga tasawuf yang syar’i yaitu pensucian jiwa dengan cara mengamalkan ajaran agama secara konsisten. Jika kita melakukan tasawuf yang syar’i, maka akan menjadikan kita insan kamil (penyempurnaan)

1 komentar:

  1. Subhanallah.....
    an robi. An suka dengan pandangan heny.
    Hey, an suka dengan tasawuf juga...

    an harap biar kita bisa diskusi. Add Facebook an y... emailnya: birizki_hamasah@yahoo.co.id / namanya robi rizkianto...

    Jzk heny...

    BalasHapus