08 November, 2008

PERNIKAHAN RASULULLAH SAW- SITI AISYAH

Akhir-akhir ini, media Indonesia diributkan oleh pernikahan antara Syekh Puji yang berumur 40-an dengan Ulfa yang masih 12 tahunan. Pernikahan itu dianggap sesuatu yang kontroversi. Syekh Puji sendiri, ketika di sorot kamera televisi menenteng sebuah buku yang berjudul “Aisyah Saja Menikah Dini” ........

Pernikahan Syekh Puji ini, akhirnya membuat sebagian orang kembali kepada pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti Aisyah, pernikahan ini menjadi senjata kaum orientalis serta pihak-pihak yang memusuhi Islam untuk menjatuhkan Islam, mereka telah menuduh Rasulullah SAW sebagai seorang phedopilia. Padahal bagi kita ummatnya, Rasulullah SAW adalah manusia pilihan, segala ucapan dan tindakannya senantiasa dibimbing wahyu.
Penghinaan terhadap Rasulullah SAW sungguh menyakitkan orang-orang beriman, karena menyakiti beliau SAW berarti menyakiti Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda, "Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah menghadapi para sahabatku, setelah aku wafat nanti janganlah kamu menghinakan mereka. Sebab barang siapa mencintai mereka, berarti dia mencintaiku, dan barang siapa yang membencinya, berarti dia membenciku, barang siapa yang menyakitiku berarti dia menyakiti Allah, dan barang siapa yang menyakiti-Nya niscaya Dia akan mengazabnya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban, dari Abdullah bin Mugaffal)

Dalam milis “motivasi-islami” ada tulisan yang membantah kebenaran usia Siti Aisyah r.a ketika dinikahi baginda Rasulullah SAW (dengan segala argumennya), ada yang menyebutkan bahwa pernikahan Siti Aisyah di usia sangat belia adalah mitos semata. Tapi ada juga yang meng-counter pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa pada prinsipnya ukuran baligh dalam Islam adalah ditandai dengan menstruasi (untuk wanita) dan mimpi basah untuk laki-laki. Ukuran baligh itu bukan ditentukan oleh umur seseorang, jadi syari’ah tidak melarang seseorang yang sudah baligh untuk segera menggenapkan agamanya dalam naungan pernikahan.

Pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah r.a, adalah suatu fakta kebenaran. Sekali lagi, segala tindakan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, semuanya adalah atas bimbingan wahyu, termasuk pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti Aisyah.
“Sebelum menikahimu, aku pernah melihatmu dua kali di dalam mimpi. Aku melihat malaikat membawa secarik kain yang terbuat dari sutra. Kukatakan kepadanya,”Singkaplah”. Malaikat itu pun menyingkapnya. Dan ternyata kain itu memuat gambarmu. Lalu kukatakan, “Jika ini merupakan ketentuan Allah, maka Dia pasti akan membuatnya terjadi”. Pada kesempatan lain, aku kembali melihatnya datang membawa secarik kain yang terbuat dari sutera. Maka kukatakan,”Singkaplah”. Dan ternyata kain itu memuat gambarmu. Lalu aku berkata, “Jika ini merupakan ketentuan Allah, maka Dia pasti akan membuatnya terjadi”. (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Setelah Rasulullah SAW menikahi Siti Aisyah, beliau SAW tidak langsung serumah dengan Siti Aisyah. Siti Aisyah masih tinggal bersama keluarganya dan masih mendapatkan didikan, gemblengan dari ayahandanya yang juga merupakan sahabat Rasulullah SAW, Abu Bakar As shidieq. Siti Aisyah telah dipersiapkan dan dididik untuk menjalani kehidupan berumah tangga bersama Rasulullah, ikut serta dalam misi kerasulan. Siti Aisyah baru menjalani kehidupan rumah tangga dalam satu rumah bersama Rasulullah SAW 3 tahun setelah dinikahi Rasulullah SAW.

Menurut pendapat saya, adanya tuduhan orang yang menghinakan Rasulullah SAW karena menikahi Siti Aisyah yang masih belia, disebabkan karena orang tersebut menggunakan sudut pandang dirinya.
Ada pertanyaan, mana mungkin anda akan menyerahkan putri anda yang masih kecil kepada seseorang yang sudah tua, menurut saya pertanyaan ini adalah suatu pertanyaan yang sifatnya subjektif. Cara berfikir seseorang sangat ditentukan oleh latar belakang, latar budaya atau pun latar keilmuannya......boleh jadi pernikahan dini menjadi suatu hal yang aneh bagi kultur masyarakat tertentu, tapi boleh jadi dianggap biasa-biasa saja pada suatu kultur yang lainnya. Sekali lagi, ukuran baligh dalam islam bukan ditentukan oleh umur.

Rasulullah SAW adalah manusia paling mulia, kekasih Allah, banyak orang tua yang ingin punya menantu orang mulia, dan banyak wanita yang berlomba ingin dinikahi oleh Rasulullah SAW, sampai suatu ketika ada seorang wanita yang menawarkan dirinya untuk dinikahi Baginda Rasul SAW
Tsabit al Bunnani berkata,
"Aku berada di sisi Anas dan disebelahnya ada anak perempuannya. Anas
berkata, 'Seorang wanita datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menawarkan dirinya seraya berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau
berhasrat kepadaku?' Maka anak perempuan Anas berkata, 'Alangkah sedikit
perasaan malunya... 'Anas berkata, 'Dia lebih baik daripada
engkau. Dia menginginkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu menawarkan
dirinya kepada beliau."
(HR. Bukhari).

Mana ada sih yang nolak untuk dijadikan istri oleh seorang kepala negara, pemimpin ummat dan yang lebih penting adalah kekasih Allah. Menjadi istri Rasul adalah suatu kehormatan dan kenikmatan, anugerah dari Allah yang tiada terkira. Pernah ada kasus, ketika istri-istri Rasulullah SAW berdemo karena menuntut maisyah yang lebih, dan Rasulullah SAW pun merasa bersedih atas kejadian ini, maka turunlah firman Allah yang memberikan opsi kepada istri-istri Rasulullah SAW,
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhoan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.” (QS Al-Ahzab 28-29
Teguran dari Allah kemudian menyadarkan istri-istri Rasulullah SAW, untuk kemudian istri-istri Rasulullah SAW lebih memilih kehidupan akhirat dan kapok untuk tidak menuntut kesenangan dunia yang fana. Beliau-beliau tetap berada dalam suatu tim solid yang ikut serta dalam misi kerasulan. Suatu kemuliaan yang amat besar dapat menjadi ummul mukminin (ibu orang-orang beriman).................

Ada yang berpendapat, anak usia 7 tahun, 9 tahun 12 tahun bisa mikir apa? Gimana bisa menjadi istri, manajer dalam rumah tangga? Sekali lagi, pertanyaan ini merupakan sudut pandang diri sang penanya.............ya, mungkin saja karena umumnya kita, ketika berusia seperti itu masih pada culun....masih kekanak-kanakan.....dan mungkin saja masih (mohon ma’af) oon....tapi boleh jadi, ada anak-anak tertentu di usia tersebut telah memiliki tingkat kedewasaan yang baik. Dan tidak sedikit ada orang yang sudah dewasa (dari segi umur), tapi masih kekanak-kanakan dalam sikap ataupun cara berfikirnya.

Siti Aisyah r.a adalah pribadi cemerlang dengan potensi yang luar biasa, kemampuan intelektualnya pun diatas rata-rata. Di usia belia, karena anugerah Allah SWT, Siti Aisyah telah memiliki kecerdasan, kematangan dan kedewasaan berfikir. Allah SWT menakdirkan Siti Aisyah untuk mendapatkan bagian terbesar dari khazanah hadist-hadit Rasulullah SAW.
Tema besar dari ilmu hadist adalah pribadi Rasulullah SAW itu sendiri, sehingga orang yang paling banyak tahu tentang Rasulullah SAW, tentang ibadah-ibadah beliau SAW tentunya orang yang paling dekat dan banyak berinteraksi langsung, yaitu istri-istri beliau SAW. Siti Aisyah r.a pun adalah salah satu dari orang yang paling banyak meriwayatkan hadist Nabi SAW, disamping Abu Hurairah r.a, Abdullah bin Umar r.a dan Anas bin Malik. Dari Siti Aisyah lah, umat Islam banyak mengetahui prosedur detil dari ibadah yang dicontohkan Nabi SAW. Pemahaman Siti Aisyah r.a terhadap fiqih pun sangat luar biasa, sehingga beliau r.a menjadi rujukan utama bagi sahabat –sahabat Rasulullah SAW yang lain.

Allah telah mempersiapkan Siti Aisyah r.a untuk menjadi istri Rasulullah SAW, karenanya banyak hikmah dari pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah, diantaranya:
1. Mendobrak tradisi

a) Pada masa itu, orang-orang Arab enggan menikahi putri dari teman yang telah diangkat menjadi saudaranya. Abu Bakar telah menganggap Rasulullah SAW sebagai saudaranya. Ada anggapan di masa itu, bahwa hubungan saudara angkat menyebabkan hubungan perbesanan menjadi terlarang. Abu Bakar sempat ragu dan pernah bertanya kepada Khaulah binti Hakim (istri dari Ustman bin Mazh’un, salah seorang sahabat), Khaulah merekomendasikan Siti Aisyah untuk dijadikan istri Rasulullah SAW. “bolehkah beliau menikahi putriku? Bukankah Aisyah adalah anak dari saudaranya sendiri?” tanya Abu bakar. Rasulullah pun memberikan penegasan, dan menyuruh Khaulah untuk kembali kepada Abu Bakar “Kembalilah kepada Abu Bakar. Katakan kepadanya bahwa ia adalah saudarku seagama dan putrinya halal untuk kunikahi”. (HR Bukhari, Ahmad dan Baihaqi).

b) Bangsa Arab tidak mau menikahkan putri mereka pada bulan Syawwal, karena ada mitos bahwa penyakit sampar akan mewabah di bulan Syawwal. Rasululla SAW berniat untuk menghilangkan kepercayaan yang tidak berdasar tersebut

c) Bangsa Arab terbiasa menyalakan api di hadapan mempelai, suami mendatangi istrinya pertama kali dengan cara ditandu. Dan Rasulullah SAW menghapus kebiasaan-kebiasaan itu

2. Mengukuhkan hubungan antara kekhalifahan dan kenabian

Jadi sekali lagi, pernikahan baginda Rasulullah SAW dengan Siti Aisyah adalah bimbingan wahyu, segala tindakan/ perbuatan, ucapan Nabi SAW adalah langsung dibimbing Allah SWT. Sebagai ummatnya, kita harus meyakini hal itu. Kita tidak bisa selalu bermain dengan perasaan atau merasionalisasikan semua ajaran agama, karena memang tidak semua ajaran agama dapat dirasionalkan, kenapa? Karena akal kita sebagai manusia yang penuh kelemahan ini, tidak akan mampu menjangkau segala kekuasaan, segala kehendak dari Allah sang Maha pencipta, Sang Pengatur kehidupan...... Hanya iman di dada lah yang dapat membuat kokohnya keyakinan akan Islam yang mulia.

Ada kalimat yang menurut saya bagus dan saya pun sependapat, dilontarkan oleh Kang Rahmat di milis “motivasi-islami”, beliau berpendapat bahwa yang paling penting ketika manusia menganggap kontroversi, maka yang harus terpancang dalam setiap diri yang merasa Islam sebagai jalan hidupnya adalah, adanya penerimaan dan kerelaan untuk menerima semua ajaran Islam, jika semua itu ada dalilnya yang memang shahih (pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti Aisyah ra diriwayatkan dalam HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Darini). Tidak peduli apakah manusia menganggapnya melanggar HAM, feminisme, demokrasi, humanisme, prulalisme, atau isme-isme lainnya, apapun ismenya tidak ada yang lebih tinggi dan pantas kita pegang kecuali sejalan Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Islam adalah agama yang benar, kita harus terus menggali kebenaran ajaran Islam, maka jika orang Islam sendiri merasa risih terhadap ajarannya maka selayaknya harus belajar lebih banyak lagi tentang Islam.

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir,yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS 5:54)

Semoga kita menjadi ummat Rasulullah SAW yang tidak pernah goyah keyakinan kita karena fitnah-fitnah yang menjerumuskan.........semoga kita senantiasa menjadi ummat Rasulullah SAW yang mencintai Rasulullah sepenuh hati, sebagai bukti cinta kita kepada Allah SWT
“Katakanlah:”Jika bapa-bapamu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad dijalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS 9:24)

Referensi: Aisyah the True Beauty


5 komentar:

  1. Rasulullah adalah Uswatun Khasanah...
    suri tauladan bagi segenap umat manusia
    Adakalanya, apa yang dilakukan oleh seorang Rosul adalah untuk sekelas Rosul..., dengan membawa hikmah dan pesan di dalamnya.
    Ya Allah, jadikanlah hambaMu ke dalam golongan orang-orang yang kau ridhoi

    BalasHapus
  2. Tulisan ini, saya maksudkan untuk meneguhkan keyakinan kita terhadap Islam dan makin bertambah cinta kita pada rasulullah SAW, seperti beliau SAW sangat mencintai umatnya, jangan sampai kita sebagai umatnya terbawa arus ikut serta dalam analisa hasil pemikiran versi manusia, karena pernikahan Rasulullah SAW-Siti Aisyah r.a adalah suatu fakta kebenaran....... kalau di bukunya Ustadz Cahyadi Takariawan yang berjudul “Bahagiakan diri dengan satu istri” ada ungkapan “bukan sekadar karena boleh”, artinya ketika syari’ah membolehkan, maka urusannya bukan hanya sekadar boleh dan tidak boleh, ada berbagai pertimbangan yang harus dilakukan agar ibadah yang dilakukan bisa memberikan nilai dakwah bukan malahan menjadi de-marketing dalam dakwah. Jadi bukan karena boleh, maka semua kita lakukan. Contoh, seorang muslimah boleh menggunakan mukena untuk menutup auratnya, tetapi ketika pergi ke supermarket, kampus atau ke kantor menggunakan mukena.........secara fiqih, tentunya tidak ada masalah, tapi ternyata tidak lazim di masyarakat. Jadi, ketika ada yang mempertanyakan atau mempersoalkan penggunaan mukena untuk dipakai ke supermarket, kampus atau kantor, maka pertanyaan itu tidak bisa dimaknai sebagai pertanyaan yang menggugat/ mempersoalkan syari’at, tapi pertanyaan itu semata-mata menganggap karena apa yang dilakukan tersebut tidak lazim.
    Berkaitan dengan kontroversi pernikahan Syekh Puji dengan Ulfa juga nampaknya bukan menggugat syariah pernikahannya itu sendiri, tetapi lebih kepada usaha melakukan proteksi terhadap anak sebagai bentuk kasih sayang kepada anak-anak di Indonesia, jangan sampai hak anak untuk bisa berkembang, belajar, bermain harus tercabik, juga jangan sampai ada unsur pemaksaan orang tua pada anak. Karena yang saya fahami, pernikahan atas dasar pemaksaan maka hukumnya batal alias tidak sah. Tanpa bermaksud su’udzhan kepada Syekh Puji sendiri, karena yang tahu niat Syekh Puji sendiri hanya Allah, kita juga tidak bisa menghakimi begitu saja.
    Hanya yang paling penting dari kasus Syekh Puji untuk diambil ibrahnya adalah bahwa sebagai umat Islam, kita wajib untuk terus meng- up grade kualitas keilmuan kita, sehingga ketika melakukan sesuatu akan lebih proporsional dan tidak akan kaku dalam mengaplikasikan ajaran Islam.

    Wallahu a’alam

    BalasHapus
  3. TeH, aq speecHleSS deCh...ApapuN itu maNusia adalaH manusIa dengan semua "kemanusiaannya" yang kaya "keleMaHan", keKurangan, buT....HanYa manuSia2 yaNg "misUndersTandiNG" ttG pengetahuan yg dipaksaKan and....QT teTap mencinTAi IslaM qt dGn semua pERsePsI duNiaaaa yg meMandang tanPa menYeraP.....Aq jg masIh boDoH teH..tp sTidaKnya aq teTap mcintaI MuhaMMaD-ku.....

    BalasHapus
  4. http://www.youtube.com/watch?v=V1tk6YVdiVY

    Kawan tolong lihat link terlampir, kalau ada yang bisa berbahasa arab tolong terjemahkan untuk kita sekalian...ini wawancara TV lebanon dengan pegawai pemerintah Saudi Arabia urusan perkawinan.......mohon jika belum ngerti kalian stop menyesatkan ajaran.....trims Wass....

    BalasHapus
  5. Saya sepakat dengan ini, sama seperti yang diungkapkan oleh http://dhymas.wordpress.com/peristiwa/umur-aisyah-saat-menikah/ yang mempunyai validitas yang jelas dibanding dengan yang diungkap oleh http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/apakah-memang-boleh-menikahi-perempuan-umur-12-tahun.htm yang mengaku dirinya ustad kurang memberikan pernyataan yang jelas dan cenderung ambigu bahkan menyertakan sesuatu yang mitos itu dibenarkan, namun blog ini juga mencoba bertanggung jawab dengan pendapat para ulama yang menafsirkan usia pernikahan.

    BalasHapus