30 Juli, 2008

CATATAN HATI SEORANG ISTRI

Sungguh sangat menyentuh, mengharu biru, mendalam, apa yang dituturkan dalam buku yang ditulis Asma Nadia, berjudul CATATAN HATI SEORANG ISTRI. Di dalamnya, terdapat kisah-kisah “tragis” (menurut saya pengalaman para wanita yang dituturkan itu sangatlah tragis).

Ada banyak kisah tentang kesabaran para wanita, sebagai seorang istri, ketika dia menghadapi perilaku suaminya yang secara nyata telah menyakiti hatinya. Menyakiti hati orang yang pernah dicintainya, orang yang seharusnya di lindungi, dicintai, disayangi karena Allah. Benar apa yang Rasulullah SAW katakan, bahwa sebaik-baik suami adalah yang paling baik ahlaknya pada istrinya.

Para suami itu telah menggetarkan arsy Allah, ketika perjanjian dalam ijab kabul di kumandangkan. Dia, adalah orang yang menerima tongkat estafet dari ayahanda calon istrinya kepada dirinya, orang tua calon istrinya telah mempercayakan dirinya untuk menjadi pelindung, pengayom atas diri putri dan cucunya kelak. Tapi setelah ijab kabul itu berlalu, setelah pernikahan itu dijalankan, sedikit demi sedikit mulai terjadi degradasi perasaan atau pun perlakuan. Ternyata, dari kisah yang dituturkan dalam buku tersebut, para pria yang sudah berlabel “suami”, bisa dengan mudah membagi cintanya untuk wanita lain, dan umumnya mereka telah melakukan perbuatan yang dikategorikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
KDRT tidak hanya berbentuk kekerasan secara fisik, tetapi perlakuan yang membuat batin sang istri teraniaya, terluka, menjalani hidup dalam keadaan tertekan, tidak dapat merasakan kebahagiaan yang sejatinya harus diberikan oleh sang suami. Perlakuan suami yang mendiamkan istri, jangankan tersenyum atau mengajak bercanda, untuk sekedar bicara yang ahsan saja tidak dilakukannya, maka kelakuan seperti ini pun adalah bentuk KDRT.

Pernikahan dilakukan untuk tujuan kebahagian. Jika sudah saling menyakiti, apa yang bisa diharapkan dari sebuah pernikahan? Dari kisah yang dipaparkan di buku tersebut, umumnya para wanita bisa bersabar ketika mendapat penghianatan dari suaminya, tapi sesungguhnya perasaan tersakiti tentunya tidak akan bisa hilang dalam memori para wanita tersebut, perasaan tersakiti tersebut boleh jadi akan menurunkan kualitas hubungan diantara suami istri tersebut. Pernikahan seharusnya melahirkan perlakuan take and give. Pernikahan seharusnya untuk saling menjaga, menyanyangi, mencintai, yang semua itu bermuara karena ingin mengharap ridha Allah.

Menurut saya, buku ini sangat baik dibaca oleh para laki-laki, sehingga mereka akan lebih berhati-hati dalam menjaga perasaan para wanita. Dan satu hal yang juga penting dari buku ini, bahwa para wanita harus lah menjadi sosok yang mandiri, jadi wanita harus segala bisa, sehingga wanita akan memiliki bargaining position yang lebih baik.

Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua dari perbuatan yang dapat menyakiti orang lain, terlebih lagi menyakiti perasaan orang yang kita cintai........

[+/-] Baca Selengkapnya...

CARA MENGENDALIKAN MARAH

Semua manusia pada dasarnya memiliki sifat marah, karena marah adalah salah satu tabiat manusia. maka agama tidak melarang marah, tetapi kita diperintahkan untuk dapat mengendalikan marah dan senantiasa menjadi pema’af, seperti yang diperintahkan Allah SWT dalam QS Al A’raaf: 199 “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh”
Pemicu kemarahan
Al Imam Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata: “Empat hal, barangsiapa yang mampu mengendalikannya maka Allah akan menjaga dari syaitan dan diharamkan dari neraka : yaitu seseorang mampu menguasai nafsunya ketika berkeinginan, cemas, syahwat dan marah.”
Kemarahan dapat dipicu oleh hal yang prinsip maupun yang tidak prinsip. Setiap muslim harus marah manakala kemuliaan Islam dilecehkan, contohnya kasus penghinaan terhadap baginda Rasulullah SAW yang marak dilakukan oleh orang-orang yang anti Islam.
Sedangkan kita dituntut untuk dapat mengendalikan marah sekaligus mema’afkan orang lain ketika penyebab marahnya tertuju kepada diri sebagai pribadi, contohnya ketika kerja keras seorang suami kurang dihargai istrinya. Dalam riwayat Abu Said al-Khudri Rasulullah saw bersabda Sebaik-baik orang adalah yang tidak mudah marah dan cepat meridhai, sedangkan seburuk-buruk orang adalah yang cepat marah dan lambat meridhai (H.R. Ahmad).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ada seorang lelaki berkata kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Berilah saya nasihat.” Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan marah.” Lelaki itu terus mengulang-ulang permintaannya dan beliau tetap menjawab, “Jangan marah.” (HR. Bukhari).

Marah merusak fisik dan mental
Kemarahan adalah bara api yang ditanamkan setan ke dalam hati manusia, sehingga secara fisik, kita pun dapat melihat tanda-tanda kemarahan, seperti mata menjadi merah, urat lehernya menegang, tangan gemetar sampai mengeluarkan sumpah serapah. Jika tidak dapat mengendalikan marah, maka manusia dapat kehilangan akal sehatnya. Imam Ja'far Ash-Shadiq as memberikan nasehat, yaitu "Hindarilah amarah, karena hal itu akan menyebabkan kamu tercela."
Kemarahan dapat merusak keseimbangan emosional dan merusak kesehatan jasmani. Orang yang pemarah, biasanya mengalami gejala seperti sakit punggung akibat stress, susah tidur, sakit perut, detak jantung meningkat melebihi batas,


Cara mengatasi marah
Ada seorang lelaki yang datang menemui Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan, “Wahai Rosululloh, ajarkanlah kepada saya sebuah ilmu yang bisa mendekatkan saya ke surga dan menjauhkan dari neraka.” Maka beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan tumpahkan kemarahanmu. Niscaya surga akan kau dapatkan.” (HR. Thobrani, Shohih)
Maka menahan marah merupakan suatu hal yang harus kita latih agar mendapatkan kenikmatan di surga kelak Berikut ini tips sesuai tuntunan baginda Rasulullah SAW :

1. Membaca Ta'awwudz.
Sulaiman Ibnu Sard meriwayatkan, pernah dua orang saling mencerca satu sama lainnya di hadapan Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam. Sementara itu, kami sedang duduk di sisinya. Salah seorang dari mereka menghina yang lainnya dengan marah, hingga merah mukanya. Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda, Aku mengetahui suatu kalimat, jika diucapkan olehnya (laki-laki yang merah mukanya, Red), maka akan hilang kemarahannya. Hendaklah dia berkata: A’udzubillahi minasy syaithanir rajim (artinya, aku berlindung kepada Allah dari syetan yang terkutuk). ( Shahih AI Bukhari, hadits no. 6115. Dan Shahih Muslim, hadits no. 2610.)

Rasulullah bersabda Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu A'uudzu billah mina-syaithaani-r-rajiim Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk (H.R. Bukhari Muslim).
2. Berwudlu.
Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya, kemarahan itu berasal dari syetan. Dan syetan tercipta dari api. Dan sesungguhnya, api itu dapat dipadamkan dengan air Jika salah seorang diantara kalian marah, maka berwudhulah. (Musnad Imam Ahmad, 4/226, Sunan Abu Daud, hadits no. 4784. Hadis ini hasan. Lihatlah Jami’ Al Ushul, tahqiq Al Arna’uth, 8/439.)

3. Duduk.
Dalam sebuah hadist dikatakan Kalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka bertiduranlah (H.R. Abu Dawud).
Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda, Jika salah seorang kalian marah dan dia dalam keadaan berdiri, maka hendaklah duduk. Jika masih belum reda marahnya, maka hendaklah berbaring.( Musnad Imam Ahmad 5/152. Al Haitsami berkata, “Para perawinya perawi shahih.” Majma’ Az Zawaid, 8/70.)
Hal ini karena marah dalam berdiri lebih besar kemungkinannya melakukan kejelekan dan kerusakan daripada dalam keadaan duduk. Sedangkan berbaring lebih jauh lagi dari duduk dan berdiri.

4. Diam.
Rasulullah shallallahu`alaihi wasallam bersabda, Jika engkau marah, maka diamlah. Jika engkau marah, maka diamlah.(Musnad Imam Ahmad 1/283-365. Hadits ini hasan lighairihi*) .
banyak berbicara dalam keadaan marah tidak bisa terkontrol sehingga terjatuh pada pembicaraan yang tercela dan membahayakan dirinya dan orang lain.
Dalam hadits disebutkan :“Apabila diantara kalian marah maka diamlah.” Beliau ucapkan tiga kali. (HR. Ahmad)

Dalam sebuah hadist dikatakan Ajarilah (orang lain), mudahkanlah, jangan mempersulit masalah, kalau kalian marah maka diamlah (H.R. Ahmad).

5. Bersujud, artinya shalat sunnah mininal dua rakaat.
Dalam sebuahhadist dikatakan Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud). (H.R. Tirmidzi)

[+/-] Baca Selengkapnya...

BAHAGIAKAN DIRI DENGAN MINDSET BAHAGIA

Setiap kita pasti pernah merasakan masalah, masalah dari yang dinilai ringan sampai berat. Masalah merupakan warna dari kehidupan, kalau tidak ada masalah, mungkin hidup akan terasa datar, tapi bukan berarti kita harus mencari masalah agar hidup kita menjadi berwarna, tapi ketika kita mendapatkan masalah maka harus dihadapi dengan tenang dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah.
“Ketika Engkau mendapat cobaan yang sulit, tak ada yang pantas engkau lakukan kecuali berdo’a dan menyerahkan semuanya kepada Allah setelah bertaubat dengan serius.” (Imam Ibnul Jauzi Rahimahullah)
Yang paling penting adalah bukan masalahnya tapi bagaimana kita dapat menghadapi masalah dengan rasa optimis, optimis bahwa masalah tersebut dapat diatasi, optimis bahwa masalah tersebut akan berlalu dan memberikan hikmah yang sangat tinggi artinya sebagai suatu proses pembelajaran dalam kehidupan.

Masalah adalah sarana bagi manusia agar dapat mendekatkan dirinya pada Allah Sang maha Penguasa Kehidupan. Allah ingin menguji hambaNya, untuk melihat, sejauh manakah keimanan hambaNya
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepada mu (cobaan) sebagaimana orang-orang terdahulu sebelum kamu?.Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan , serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:”Bilakah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (QS 2:214)

Masalah adalah tarbiyah dari Allah, agar kita tidak menjadi sombong, dengan masalah, kita akan diingatkan, bahwa kita ini sangat lemah dan harus selalu bergantung pada Dzat Yang Maha Besar, Allah SWT.
Ketika kita mendapatkan masalah, pasanglah “mind set” kita dalam “mind set” kebahagiaan. Berbahagia karena Allah masih menyayangi diri kita, bahwa kita tidak dilupakan olehNya, bahwa kita tidak dibiarkan terhanyut dalam kesesatan atau kubangan dosa-dosa. Sehingga kita diberikan suatu ujian, agar dengan ujian itu kita dapat belajar dengan keras, belajar untuk memperbaiki diri sehingga kita bisa lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Dengan hasil belajar yang keras, diharapkan kita dapat menjadi orang yang lebih bijaksana dalam segala hal. Yakinlah bahwa Allah tidak akan pernah menimpakan cobaan diluar batas kemampuan hambanya. Dan ketika kita merasakan suatu kesulitan, yakinlah bahwa Allah telah menyediakan samudera kemudahan
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS 94: 5-6)

Manusia biasanya memandang masalah dalam prespektif dirinya sebagai manusia yang penuh kelemahan dan prasangka, yang paling bahaya adalah prasangka negatif kepada Allah, padahal ketika masalah itu menimpa dirinya, maka boleh jadi itulah yang terbaik bagi dirinya, itulah bentuk kasih sayangNya. Apa yang dipandang buruk oleh manusia padahal itu baik bagi Allah atau sebaliknya apa yang manusia kira baik padahal buruk dalam pandangan Allah. Boleh jadi kita merasakan hikmah dari suatu masalah, ketika masalah itu sudah lama terjadi. Pada saat kita ditimpa masalah, mungkin tidak dapat berfikir dengan sehat, atau terlalu tergesa-gesa dalam memberikan peniliaian, sehingga yang terjadi adalah munculnya keluh kesah.

Sabar adalah salah satu cara agar kita tetap memiliki “mind set” kebahagiaan. Sabar itu tidak ada batasnya, kalau sudah menyebutkan sabar itu ada batasnya berarti ia sudah tidak sabar. Sabar adalah istiqomah dalam jalan kebenaran, tidak larut pada ajakan nafsu, jiwanya tidak pernah mengenal putus asa dan lidahnya tidak pernah mengeluh kecuali pada Allah SWT.
“Dan berapa banyak nabi yan berperang bersama sejumlah besar dari pengikut (nya) yang takwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah. Allah menyukai orang-orang yang sabar.”Selevel Nabi saja dicoba Allah, apalagi kita sebagai manusia biasa. Boleh jadi cobaan adalah wujud cinta Allah pada hambaNya, maka hadapilah cobaan itu, karena ia pasti akan berlalu jua.

[+/-] Baca Selengkapnya...

RASA MALU ADALAH BENTENG DIRI DARI KEMAKSIATAN

“Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah SAW bersabda: “Cabang iman ada enam puluh lebih, atau tujuh puluh lebih, yang paling utama adalah ucapan : LAA ILAAHA ILLALLAAH (tidak ada Tuhan selain Allah), dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Sedangkan malu adalah bagian dari iman” (HR Bukhari dan Muslim).

Malu harus ada pada setiap diri kita. Tetapi, bukan berarti malu ketika harus berbuat kebaikan atau mengerjakan pekerjaan yang nyata-nyata halal. Seperti malu untuk berbicara kebenaran di depan khalayak, malu mengerjakan pekerjaan yang dalam pandangan manusia dianggap rendahan, malu untuk meminta ma’af terlebih dahulu jika memang salah.

Malu yang dimaksud disini adalah malu ketika berbuat kemaksiatan. Memang benar, orang yang tidak memiliki rasa malu maka ia akan terus berusaha memenuhi kepuasan hawa nafsu dunianya tanpa ada rem sedikit pun. Betapa banyak kita lihat di sekeliling, ditengah kehidupan masyarakat yang serba pas-pasan bahkan boleh dibilang serba kekurangan, maka “pencuri berkerah putih” dengan tanpa rasa malu telah tega memakan uang negara untuk kepentingan diri sendiri.
Anda pun dapat melihat, betapa banyak wanita-wanita demi gengsi, keinginan untuk tenar, keinginan untuk meraih jutaan atau bahkan ratusan juta dalam waktu yang singkat, maka mereka tanpa rasa malu telah melepaskan penutup auratnya, bahkan ada yang nekat tanpa secuil benang pun melekat di tubuhnya.

Sesungguhnya, di dalam diri manusia ada benteng alami yang dapat menjaga manusia dari perbuatan maksiat, yaitu perasaan malu, karena malu adalah sebagian dari iman. Ketika manusia sudah tidak memiliki lagi rasa malu, maka ia pun dengan perasaan tanpa dosa akan berani untuk melanggar syariah agama.

Para ulama berpendapat: “Hakikat malu adalah budi pekerti yang mengajak agar meninggalkan kejelekan dan mencegah dari mengurangi hak orang lain”

[+/-] Baca Selengkapnya...

"SUDAH BERUBAH STATUS....!"

Di suatu hari minggu, kami sedang mengobrol di dalam mobil yang sedang melaju ke arah Tasikmalaya, kami akan menghadiri acara walimahan salah satu teman kantor. Waktu baru menunjukkan pukul 10 pagi, ketika salah satu teman kami berteriak kepada teman yang lainnya sambil memencet tombol-tombol handphone-nya..”hey, sudah berubah status…” teriaknya kepada semua orang di dalam mobil sambil cengengesan. Nampaknya teman yang satu ini sedang ber-sms ria dengan adik pengantin yang menyatakan ijab kabul sedang dilaksanakan.

Hal yang menarik adalah ungkapan teman saya itu yang meneriakan kalimat “sudah berubah status..”, ya…pernikahan telah merubah status seseorang, merubah seorang perjaka menjadi suami, seorang gadis menjadi istri, maka dibalik “gelar” baru itu, telah menanti konsekuensi yang harus dijalani sebagai suami-isteri.

Perubahan status ini membawa konsekuensi berat sekaligus indah……..konsekuensi berupa hilangnya sebagian kebebasan sebagai individu, karena diberi tanggung jawab harus menafkahi, melindungi, mendidik istri (jika dia seorang suami)
“Allah Ta’ala berfirman:”Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafakahkan sebagian harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang saleh adalah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara mereka.” (QS 4: 34)

Dan konsekuensi harus melayani (mungkin biasanya dilayani), mengabdi, patuh (sepanjang perintah suami tidak bertentangan dengan ajaran agama) (jika dia seorang istri)………..setiap tindakan yang dilakukan seorang wanita, ketika statusnya telah berubah menjadi istri, maka ia tidak bisa bertindak atas kehendak diri sendiri, bahkan untuk shaum sunnat pun seorang istri harus meminta ijin suaminya.
“Dari Abu Hurairah ra., ia berkata:”Rasulullah SAW, bersabda:”Seorang istri tidak diperbolehkan berpuasa sunnat sewaktu suaminya ada di rumah, kecuai dengan seijin suaminya, juga tidak diperbolehkan mengijinkan orang masuk ke rumahnya kecuali dengan seijin suaminya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hilangnya sebagian kebebasan, karena setelah menikah tidak bisa bebas menggunakan waktu untuk diri sendiri, ada orang yang telah menuntut waktu kita untuk dibagi. Seorang suami tidak bisa seenaknya pulang ke rumah kapan pun dia mau, sudah ada istri yang senantiasa menanti kepulangan suaminya, kalau telat pulang bisa membuat isteri khawatir.
Seorang laki-laki yang telah menikah, tidak lagi bebas untuk bermalas-malasan tapi harus bekerja keras mencari penghidupan untuk menghidupi istri dan anak-anak….
Seseorang tidak lagi bisa bebas dengan penampilannya, ada orang lain yang mengharapkan penampilan yang berbeda dengan kebiasaan diwaktu lajang, maka ketika sudah berstatus istri atau suami, tidak bisa lagi cuek dengan penampilan tapi harus bersedia mengikuti selera pasangan hidup demi membahagiakannya (karena membahagaiakan pasangan hidup adalah ibadah, kalau orientasinya ibadah, tampaknya tak akan ada yang memberatkan)………..

Disebut indah, tentunya………karena ada seseorang, “belahan jiwa”, yang siap menjadi partner hidup kita kedepannya, teman berbagi dalam suka dan duka………

Teruntuk temanku yang telah menggenapkan setengah dari agamanya, “barakallaahu laka wa baraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fii khoir”

[+/-] Baca Selengkapnya...

21 Juli, 2008

FENOMENA SANTET, ADAKAH?

Berita di TV yang menginformasikan adanya “manusia kawat” menjadi perbincangan saya dan teman-teman di kantor. Kami merasa prihatin dengan cobaan yang dialami oleh seorang wanita di daerah Kalimantan, dimana pada tubuhnya keluar kawat, yang menimbulkan rasa sakit.
Secara logika medis, rasanya sulit mencari penyebab kejadian tersebut, sehingga akhirnya dari komentar-komentar yang saya dengar, ada yang menyatakan bahwa wanita tersebut telah disantet.
Dari tausiyah yang pernah saya dengar dan beberapa artikel yang saya baca, dalam pandangan Islam, santet (sihir) memang ada. Hal ini tersurat dalam QS Al- Falaq ayat 4 “dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul”

Sihir merupakan sesuatu yang sangat dilarang, karena semua yang berhubungan dengan sihir dikategorikan sebagai perbuatan syirik. Pelaku yang menekuni sihir (dukun/para normal/”orang pintar”), maupun orang yang datang untuk meminta bantuan ke “ahli’ sihir adalah tergolong orang musyrik.
“Siapa yang datang kepada paranormal, kemudian bertanya tentang sesuatu dan membenarkan/meyakini apa yang dikatakannya, maka tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. Bukhari)
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik jika terbawa mati.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS 4:48)

Ketika seseorang merasa dirinya terkena santet, maka yang harus dilakukan olehnya adalah meningkatkan amal shaleh kepada Allah. Sholat malamnya ditingkatkan, shaum sunah dilaksanakan, baca Al Qur’an lebih sering lagi, dan amal-amal shaleh lainnya yang bisa meningkatkan kedekatan dirinya dengan sang Maha Penjaga. Jangan sekali-kali terlintas di dalam benak untuk mendatangi paranormal, karena hal itu tidak akan membantu sama sekali, malah akan menambah dosa dan penderitaan.
“Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki diantara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS 72:6)

[+/-] Baca Selengkapnya...

NIKAH SIRI, KERUGIAN UNTUK KAUM WANITA

Pernikahan siri, masih sering kita lihat atau kita dengar, terjadi di lingkungan sekitar kita. Tidak hanya menimpa mayarakat yang kurang terdidik, tapi orang yang katanya sudah well educated saja masih ada yang melakukannya. Para artis pun, yang nota bene sebagai public figure, dan datang dari kalangan the have, sekaligus well educated, ada juga yang melakukannya.

Ada seorang ibu, beliau juga artis, dinikahi secara siri oleh salah seorang mantan pejabat. Setelah pernikahannya tersebut kandas, apa yang terjadi? Kini, sang ibu sedang berjuang keras membela kepentingan anak yang dilahirkannya hanya untuk sekedar diakui sebagai anaknya mantan pejabat tersebut. Tapi ternyata perjuangannya selama bertahun-tahun belum membuahkan hasil, mantan suaminya keukeuh tidak mengakui anak tersebut sebagai anaknya, malahan keluarga mantan suaminya secara tegas mengatakan bahwa pernikahan itu tidak pernah ada.

Kisah diatas, hanyalah sepenganggal dampak negatif dari suatu pernikahan siri. Posisi wanita dan anaknya sangat lemah, tidak ada bargaining position karena memang secara hukum negara pernikahannya tidak dapat dibuktikan.

Nikah siri dalam pandangan Islam adalah sah, sepanjang mengikuti rukun nikah, yaitu: adaya calon pasangan, wali, dua orang saksi, mahar dan ijab kabul. Tetapi secara hukum negara, tidak ada bukti yang terdokumentasi pada suatu pernikahan siri. Padahal, kita seharusnya bersikap realistis, bahwa kita hidup di suatu negara yang memiliki aturan hukum, ketika orang tua harus mengurus akte kelahiran anaknya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintah akan meminta surat nikah. Akte kelahiran pun diperlukan untuk mengurus keperluan pendaftaran anak untuk sekolah. Ketika seorang istri yang dicerai suaminya, menuntut haknya dan hak anak-anaknya, maka boleh jadi para suami tersebut akan mengelaknya, dan pemerintah pun tidak dapat menolong, karena memang tidak ada bukti tertulis dari pernikahannya.


Sehingga harus menjadi pertanyaan besar bagi kaum wanita ketika dirinya hendak dinikah secara siri. Ada motif yang harus diselidiki secara mendalam dari suatu niatan pernikahan siri. Pernikahan siri biasanya dilakukan secara diam-diam, sehingga pernikahan tersebut seolah-olah dirahasiakan, dan hal ini tentunya dapat menimbulkan fitnah. Islam menganjurkan agar pernikahan diinformasikan kepada khalayak, sehingga walimatul ‘ursy sangat disunahkan.
“Semoga Allah memberkahimu, adakanlah walimah walau hanya dengan menyembelih seekor kambing” (HR. Bukhari Muslim)

Dalam bukunya “Di Jalan Dakwah Aku Menikah”, karangan ustadz Cahyadi Takariawan, disebutkan bahwa pernikahan adalah suatu peristiwa fitrah, fiqhiyah, dakwah, tarbiyah, sosial dan budaya. Pernikahan harus dilakukan sesuai dengan tujuan untuk ibadah kepada Allah, sehingga pada saat pelaksanaan ibadah tersebut haruslah dilakukan secara benar.

Pernikahan sejatinya adalah untuk membawa kebahagiaan dan kemaslahatan. Sudah seharusnya, kaum wanita mencerdaskan dirinya, jangan terlalu bermain dengan perasaan sehingga sudah tidak dapat berfikir rasional lagi, saking cintanya, maka dengan rela dinikahi secara siri. Pertimbangkanlah masa depan diri dan anak, jangan egois dengan diri sendiri karena pernikahan bukan untuk dijalani dalam hitungan waktu yang pendek, tetapi pernikahan harus ditegakkan sampai akhir hayat. Pernikahan adalah suatu ibadah yang agung, sampai Allah SWT pun menyebut perjanjian dalam pernikahan sebagai mitsaqhon ghalidzaa.

[+/-] Baca Selengkapnya...

CATATAN TENTANG TASAWUF

Tulisan ini ter-inspirasi oleh pertanyaan salah seorang sahabat saya tentang tasawuf. Secara tidak sengaja, ketika lagi beres-beres lemari buku, saya menemukan foto copy tentang bahasan tasawuf (tapi sayang, halaman muka buku ini tidak di foto copy, jadi saya tidak tahu judul bukunya), foto copy ini adalah materi kuliah agama ketika saya kuliah tingkat satu. Semoga tulisan ini bermanfa’at untuk Lia dan sahabat yang lainnya......

Asal – Usul Tasawuf
Tasawuf merupakan salah satu dimensi dalam ajaran Islam. Tasawuf berasal dari kata suf artinya kain yang dibuat dari wol, karena penganut tasawuf pada zaman dahulu hanya berpakaian dari bahan bulu binatang (kain wol yang kasar, bukan wol yang halus seperti sekarang). Kain kasar itu diidentikan dengan kesederhanaan dan kemiskinan. Orang yang menjalankan tasawuf disebut sufi. Mereka biasanya hidup sederhana dan miskin dengan tujuan agar hati mereka tetap suci dan mulia terbebas dari nafsu dunia.
Landasan filsafat tasawuf adalah bahwa Tuhan bersifat immateri dan Maha Suci, maka unsur manusia yang dapat bertemu dengan Tuhannya adalah unsur ruh yang suci (yang juga bersifat immateri).
Tasawuf merupakan ilmu yang mempelajari cara dan bagaimana seorang muslim dapat berada sedekat mungkin dengan Allah SWT.
Untuk mempelajari tasawuf, ilmu tentang aqidah dan syariat Islam harus dikuasai terlebih dahulu, karena tasawuf sangat memerlukan pendalaman ilmu dan merupakan pengalaman yang bersifat ruhaniyah.

Para ahli mengemukakan asal-usul lahirnya tasawuf dalam beberapa teori, diantaranya:
1.Tasawuf dipengaruhi oleh faham Kristen yang menjauhi dunia dan mengasingkan diri dalam biara-biara, hal ini dilakukan oleh para rahib Kristen

2.Filsafat mistik Phytagoras menyebutkan bahwa ruh manusia bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang asing. Badan adalah penjara dari ruh. Kesenangan ruh yang sebenarnya ada di alam samawi. Manusia harus membersihkan ruh dengan meninggalkan hidup materi, yaitu dengan hidup zuhud untuk selanjutnya berkontemplasi

3.Filsafat Emanasi Plotinus yang mengatakan bahwa wujud itu memancar dari zat Yang Maha Esa. Ruh berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Dengan masuknya ke alam materi, ruh menjadi kotor, dan agar dapat kembali ke tempat asalnya maka ruh itu harus dibersihkan. Penyucian ruh dengan cara meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan sedekat mungkin, kalau bisa dia bersatu dengan Tuhan.

4.Ajaran Budha dengan faham nirwananya. Untuk mencapai nirwana, maka manusia harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi faham fana yang terdapat dalam tasawuf hampir sama dengan faham nirwana ini.

5.Ajaran hindu yang mendorong manusia untuK meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan.
Menurut para ahli, faham diatas, mempengaruhi sufisme di kalangan umat Islam


Tasawuf dalam Pandangan Al Qur’an

Kata tasawuf, tidak tercantum secara eksplisit dalam Al Qur’an. Tetapi apa yang dilakukan oleh para sufi merupakan implementasi dari ayat-ayat Al Qur’an.
Beberapa ayat yang menggambarkan bahwa manusia dekat dengan Tuhannya, tercantum dalam ayat berikut:
"Jika hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan yang memanggil jika Aku dipanggil." (QS 2:186)
“Kami telah ciptakan manusia dan kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya dan Kami lebih dekat kepada manusia daripada pembuluh darah yang ada di lehernya.” (QS 50:16)
Tasawuf merupakan upaya mendekatkan diri kepada Tuhan, untuk menempuh jalan itu, maka kaum sufi harus menempuh tarekat (jalan) yang panjang melalui maqamat-maqamat (stasion-stasion) tertentu.. Maqamat-maqamat yang biasanya dilalui oleh para sufi berbeda-beda, maqamat-maqamat yang harus dilalui itu adalah:
1.Taubat
Taubat adalah memohon ampun, tidak mengulangi kembali dosa-dosa. Langkah pertama adalah taubat dari dosa besar dan kecil. Taubat yang sebenarnya dalam dunia tasawuf adalah melupakan segala hal kecuali kepada Allah. Taubat adalah mencintai Allah, dan orang yang mencintai Allah senantiasa akan mengadakan hubungan dan kontemplasi tentang Allah.

2.Zuhud
Untuk memantapkan taubat, calon sufi haruslah zuhud, yaitu meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Dalam sejarahnya, Zuhud ada di kalangan umat Islam sebelum tasawuf, sebagai reaksi pada abad I dan II hijriah terhadap kehidupan mewah yang melanda masyarakat, terutama dari kalangan keluarga kerajaan dan kaum bangsawan. Sebagian umat Islam, membandingkan kehidupan saat itu dengan kehidupan Rasul yang sederhana dan bersahaja. Mereka ingin menghayati dan mempertahankan kesederhanaan seperti Rasul dan para sahabatnya, kemudian mereka mengasingkan diri dari tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Ajaran zuhud itu sendiri sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai meninggalkan dunia secara mutlak, tetapi merupakan sikap jiwa yang tidak meletakkan kehidupan dunia sebagai tujuan. Dunia dipandang sebagai alat untuk merealisasikan tujuan yang hakiki, yaitu taqarrub kepada Allah.

3.Wara
Wara adalah meninggalkan segala sesuatu yang di dalamnya ada unsur subhat (keraguan) tentang kehalalannya. Dalam dunia tasawuf, ketika seorang telah mencapai wara, maka tangannya tak dapat diulurkan untuk mengambil sesuatu yang di dalamnya ada unsur subhat.

4.Kefakiran
Kefakiran dalam istilah sufi adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada dirinya. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk menjalankan kewajiban, bahkan tidak meminta kendatipun tak ada pada diri kita. Kalau di beri diterima, tidak meminta, tetapi tidak menolak.

5.Sabar
Sabar dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya, menerima segala musibah, cobaan dan ujian yang ditimpakan kepadanya seraya menunggu pertolongan dari Allah.

6.Tawakal
Tawakal adalah menyerah kepada qadha dan putusan Allah. Sikap tawakal kaum sufi adalah menerima pemberian dengan rasa syukur. Kalau tidak dapat apa-apa, bersikap sabar dan menyerah kepada qadha dan qadarnya Allah. Sikap ini ditampilkan kaum sufi dengan tidak memikirkan hari esok, tetapi cukup dengan apa yang ada untuk hari ini, tidak mau makan karena ada orang yang lebih memerlukan makanan itu.

7.Ridha (kerelaan)
Ridha adalah tidak menentang qadha dan qadarnya Allah, melainkan menerima dengan senang hati, sehingga seorang sufi akan merasa senang baik ketika menerima nikmat maupun ketika menerima malapetaka. Kerelaan ditampilkan dalam bentuk penerimaan terhadap apa yang terjadi, mereka tidak minta dimasukkan ke dalam surga tapi juga tidak minta dijauhkan dari neraka

8.Mahabbah
Di maqammat ridha, kaum sufi telah dekat dengan Tuhan dan rasa cinta yang menggelora kepada Tuhan, membawanya pada cinta ilahiyah. Cinta pada Allah ditampilkan dalam bentuk kepatuhan tanpa reserve, penyerahan diri total, dan pengosongan hati dari segala sesuatu kecuali Allah. Hati yang mahabbah, dipenuhi dengan cinta, sehingga tidak ada tempat untuk benci kepada apa dan siapapun. Ia mencintai Tuhan dan segenap mahlukNya. Para sufi dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya, sehingga para sufi telah sampai pada maqamat ma’rifat

9.Ma’rifat
Ma’rifat artinya mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan, tetapi ia belum puas dengan berhadapan, ia ingin lebih dekat lagi bersatu dengan Tuhan. Menurut ahli tasawuf, ma’rifat dapat diperoleh sufi melalui alat yang disebut sir. Dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia memiliki 3 alat, yaitu qalb untuk mengetahu sifat-sifat Tuhan, ruh untuk mencintai Tuhan dan sir untuk melihat Tuhan.

10.Al-Fana wal Baqa
Pada maqamat ma’rifat, seorang sufi telah dekat sekali dengan Tuhan, tetapi ia belum puas dengan berhadapan, ingin dekat lagi dan bersatu dengan Tuhan. Sebelum seorang sufi dapat bersatu dengan Tuhan, terlebih dahulu ia harus menghancurkan dirinya, selama ia masih belum menghancurkan dirinya (masih sadar akan dirinya), ia tidak akan dapat bersatu dengan Tuhannya. Penghancuran ini disebut fana, penghancuran dalam istilah sufi selalu diiringi dengan baqa. Fana yang dicari kaum sufi adalah penghancuran diri, yaitu hancurnya perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia. Kalau sufi telah mencapai fana an-nafs, yaitu jika wujud jasmaninya tidak ada lagi (dalam arti tidak disadarinya lagi), maka yang akan tinggal adalah wujud ruhaninya dan ketika itu ia dapat bersatu dengan Tuhannya

11.Al-Ittihad
Dengan hancurnya kesadaran diri seorang sufi, tinggalah kesadaran tentang Tuhan, ia pun sampai ke tingkat ittihad, yaitu suatu tingkatan dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan dimana yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka memanggil yang lainnya dengan kata-kata : wahai Aku! Muncullah ungkapan sufi yang terasa ganjil:

Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku
Melalui diri-Nya aku berkata: Hai Aku

Di sinilah sufi telah mencapai tujuan akhirnya, sampai kepada Tuhan, bahkan menyatu dengan Tuhan
Para ahli syariat Islam, menyatakan bahwa ajaran seperti ini telah keluar dari Islam
Untuk mencapai maqamat-maqamat di atas tidaklah mudah, perlu riyadhah (latihan terus menerus)

Tasawuf dalam kehidupan modern
Tasawuf pada dasarnya membahas dasar dari segala dasar, sehingga pada dasarnya tasawuf adalah filsafat juga. Hanya kalau filsafat mencari Tuhan dengan menggunakan daya nalar (akal) sedangkan tasawuf menngunakan daya rasa (qalbu).
Dalam kehidupan modern, ajaran tasawuf dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Apalagi dalam kehidupan yang serba hedonis, persaingan yang tajam, kesibukan yang menyita waktu, semuanya akan melahirkan jiwa yang rapuh, rasa gelisah dan kecemasan yang meningkat setiap saat. Seiring dengan waktu karena pengaruh lingkungan akan timbul sikap rakus, pemarah, egois, suudzhan dan sebagainya. Perlu ada terapi untuk mengobati berbagai penyakit jiwa tersebut. Dalam pandangan ahli tasawuf, terapi itu dapat dilakukan dengan menimbulkan watak syukur, ‘iffah (pema’af) dan rahmah.


Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tasawuf merupakan latihan pensucian jiwa untuk membersihkan jiwa hawaniyah (kebinatangan, seperti sifat rakus, egois, licik, dll), untuk memunculkan jiwa basyariah (kemanusiaan), dan kemudian menghiasi jiwa kemanusiaan dengan nilai-nilai ketuhanan. Metode tasawuf sendiri ada yang diambil dari ajaran agama lain, ada juga tasawuf yang syar’i yaitu pensucian jiwa dengan cara mengamalkan ajaran agama secara konsisten. Jika kita melakukan tasawuf yang syar’i, maka akan menjadikan kita insan kamil (penyempurnaan)

[+/-] Baca Selengkapnya...

20 Juli, 2008

HIJAB KEMULIAAN MUSLIMAH

Saat obrolan itu terjadi, sahabat saya yang satu ini baru saja beberapa minggu mengenakan jilbab. Suatu langkah melesat maju ke depan, kalau bisa dibilang beribu-ribu langkah, karena di tengah kehidupan yang serba hedonis, sahabat saya telah menyatakan diri tunduk pada perintah Allah SWT.

“Katakanlah kepada wanita yang beriman:”Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka....” (QS 24: 31)

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuhnya” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, maka mereka tidak akan diganggu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS 33:59)

Para muslimah diperintahkan Allah untuk menjaga auratnya sebagai bentuk penghormatan dan kemuliaan wanita, bukankah sesuatu yang bernilai mahal selalu dilindungi dan dijaga? Jadi, perintah hijab untuk para muslimah adalah suatu bentuk kasih sayang Allah untuk melindungi dan menjaga kaum wanita.

Kami sering mengisi waktu selama perjalan menuju tempat kerja dengan “diskusi kecil”. Sahabat saya ini termasuk tipe orang yang kritis, ghirah untuk belajar agamanya tinggi, she has high curousity. Menjadi sebuah keberuntungan jika saya dapat berdiskusi dengannya, karena terkadang dari pembicaraan kami, ada beberapa pertanyaan atau pernyataannya, yang ternyata turut memicu saya untuk belajar lebih banyak lagi, mempelajari agama yang mulia ini. Kami memang sedang sama-sama belajar, belajar untuk terus menjadi orang yang lebih baik.

Saat mengobrol itulah, ada ucapannya yang membuat saya merasa terpacu dan merasa diingatkan. Saat itu, ia berucap “benar ya, Bu (di kantor saya dipanggil Ibu, secara saya belum jadi ibu-ibu...he..he), ternyata dengan berjilbab, kita bisa menjaga diri”. Saat itu sahabat saya bercerita bahwa dengan hijabnya itu, ia menjadi lebih berhati-hati dalam bergaul dengan lawan jenis, sampai-sampai calon suaminya merindukan sosoknya yang dulu, dan sempat berujar “mungkin kita gak jodoh”. Ucapan yang timbul karena adanya perubahan dalam diri orang yang dikasihinya. Ucapan yang timbul karena sang kekasih telah menjaga jarak dalam hubungannya. Perubahan itu dilakukan untuk menjaga diri.

Mendengar ucapan seperti itu, saya pun mengaminkan, bahwa ketika muslimah memutuskan untuk mengenakan hijab, maka ada konsekuensi yang harus diikuti dan dita’ati, salah satunya dalam hal hubungan dengan non muhrim, bahwa hubungan itu harus beretika dan jelas batasannya. Tapi sesungguhnya sahabat saya beruntung memiliki calon suami yang mau sama-sama belajar. Saya pun berucap bahwa dengan bersama-sama memperbaiki diri, maka akan terjadi keseimbangan, masing-masing akan mengarah ke level pemahaman yang sama, dan kesadaran untuk terus belajar dapat mereduksi riak-riak perbedaan yang pasti ada pada siapapun sebagai dua individu yang berbeda. Tetapi perbedaan yang dilandasi ilmu, maka ia tidak akan menjadi runcing, malah menjadi suatu rahmat. Bukankah dengan perbedaan hidup menjadi penuh warna?

Kalimat “dengan berjilbab, kita bisa menjaga diri” adalah warning buat diri saya juga, agar saya terus berusaha untuk menjadi muslimah yang lebih baik dan terus lebih baik. Tidak hanya dalam hal penampilan, perubahan itu harus diwujudkan dalam suatu tingkah laku yang sesuai. Sesuai dengan jati diri sebagai seorang muslimah.

Dengan berhijab maka tuntutan untuk terus berusaha meng-upgrade kualitas diri secara keseluruhan adalah suatu keniscayaan, berbusana muslim adalah salah satu bagian dalam usaha kita untuk penyempurnaan mengaktualisasikan dan merealisasikan perintah agama.

Teruntuk sahabatku, semoga tetap istiqomah untuk terus belajar dan memperbaiki diri, and of course, moga kita bisa saling mengingatkan dalam kebaikan. Mari kita ber-fastabiqul khairat.....

[+/-] Baca Selengkapnya...

05 Juli, 2008

INTI KETAUHIDAN KEPADA ALLAH

Inti ketauhidan pada Allah adalah:

1. Yakin tidak ada pencipta selain Allah
“Yang kepunyaan Nyalah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS 25:2)
Ayat ini menggambarkan kekuasaan Allah tunggal

2. Yakin tidak ada pemilik selain Allah
“Kepunyaan Allah lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendakiNya dan menyiksa siapa yang dikehendakiNya dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS 2:284)

3. Yakin tidak ada pemberi rezeki selain Allah
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah sesuatu pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi?, tidak ada Tuhan selain Dia, maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?” (QS 35:3)

4. Yakin bahwa tidak ada yang bisa memberikan kehidupan dan kematian selain Allah
“Allah lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah diantara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha suci lah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.” (QS 30:40)

5. Yakin bahwa hanya Allah yang mengatur Alam semesta
“Dan pada sisi Allah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya dan tak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).” (QS 6: 59)

6. Yakin tidak ada yang berhak menentukan aturan hidup kecuali Allah
“Maka patutkah aku mencari hakim selain Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan Al kitab (Al Qur’an) kepdamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Qur’an itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu termasuk orang yang ragu.” (QS 6:114)

7. Yakin tidak ada yang dapat memberi manfa’at dan mudharat kecuali Allah
Manfa’at adalah apapun yang membuat kita senang
Mudharat adalah sesuatu yang membuat kita tidak suka
Sesuatu yang menjadi manfa’at bagi si A, mungkin menjadi mudharat bagi si B
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu maka tidak ada yang dapat menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu. Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hambaNya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui” (QS 6:17-18)

8. Yakin bahwa tidak ada yang Maha Melindungi kecuali Allah
“Allah pelindung orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang kafir pelindungnya adalah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.” (QS2:257)

9. Yakin tidak ada yang wajib ditaati kecuali Allah
Katakanlah:”Ta’atilah Allah dan rasulNya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS 3:32)

10. Yakin tidak ada yang berhak untuk diibadahi (diberi pengabdian) kecuali Allah
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orag yang mempersekutukan Tuhan” (QS 6:79)

Dikutip dari Majelis Percikan Iman, 13 Maret 2005

[+/-] Baca Selengkapnya...

LANGKAH-LANGKAH UNTUK MENCAPAI KESEMPURNAAN TAUHID

Berikut ini langkah untuk mencapai kesempurnaan tauhid:
1. Ilmu (pemahaman)
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu ” (QS 47:19)

2. Yakin
Yakin adalah ilmu yang mengkristal dalam hati, dapat mewarnai ucapan dan perbuatan, karena itu yakin akan melahirkan jiwa istiqomah
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:”Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS 46: 13-14)

3. Ikhlas
Ikhlas adalah intisari atau sari pati dari ilmu dan keyakinan
Keikhlasan tidak mungkin lahir tanpa ilmu dan yakin
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya mereka menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat danmenunaikan zakat, yang demikian itulah agama yang lurus” (QS 98: 5)

4. Benar (as shidqu)
As shidqu adalah siap menerima segala ketentuan Allah dan benar-benar konsisten untuk mengamalkannya
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitn itu musuh yang nyata bagimu” (QS2:208)

5. Al qobul
Al qobul adalah siap menerima konsekuensi apapun dari pengalaman-pengalaman agama.
Konsekuensi itu bisa membuat kita takabur karena mendapat pujian dari orang, bisa juga membuat kita putus asa karena mendapat hinaan dari orang
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepada mu (cobaan) sebagaimana orang-orang terdahulu sebelum kamu?.Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan , serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:”Bilakah dating perrtolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (QS 2:214)

Dikutip dari Majelis Percikan Iman, 3 April 2005

[+/-] Baca Selengkapnya...

03 Juli, 2008

CIRI-CIRI ORANG YANG BERADA DALAM PETA KEHIDUPAN YANG BENAR

Seperti apakah orang yang disebut berada dalam peta kehidupan yang benar, berikut ini adalah ciri-cirinya:

1. Merasakan kemudahan dalam beramal shaleh
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS 6:125)

2. Merasakan kerinduan pada Allah
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan pada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan lah mereka bertawakal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia).” (QS 8:2-4)

3. Istiqomah (konsisten) dalam menjalankan keta’atan
“Bagaimana kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan RasulNya pun berada ditengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk keapda jalan yang lurus.” (QS 3:101)

4. Bersemangat dalam menjalankan ajaran agama

Dikutip dari acara Majelis Percikan Iman, 5 Desember 2004

[+/-] Baca Selengkapnya...

01 Juli, 2008

CARA MENDAPATKAN PERTOLONGAN ALLAH

Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mendapatkan pertolongan dari Allah SWT:

1. Menjauhi dosa besar
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar diantara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (QS 4:31).
Diantara sejumlah ahli tafsir ada yang menafsirkan, bahwa yang disebut tempat yang mulia adalah:
a) Surga
b) Segala hal yang Allah ridhoi
c) Pertolongan Allah
Yang dimaksud dosa besar adalah dosa yang sangsinya disebutkan secara eksplisit di dalam Al Qur’an. Ketika Nabi SAW ditanya “Ya Rasulullah, dosa apa yang paling besar”, kata Nabi SAW “Durhaka kepada orang tua, berzina, menyekutukan Allah, anal sex, homo sex.”

2. Taubat
“Katakanlah : Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhan mu dan berserah dirilah kepada Nya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong lagi. Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya” (QS39:53-55)
Adapun cara taubat adalah sebagai berikut:
a) Berhenti dari dosa
b) Sholat mutlak 2 raka’at dan berdo’a
“Keduanya berkata: Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS 7:23)
c) Tidak mengulangi perbuatan dosa
d) Melakukan pemulihan dengan meningkatkan amal sholeh

3. Istighfar
Istighfar adalah memohon ampun dengan kata-kata, sedangkan taubat lebih diindikasikan untuk memohon ampun lewat perbuatan.
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah?. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS 3:135)

4. Berjihad dengan harta dan jiwa
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang lebih baik di dalam surga ‘Adn, itulah keberuntungan yang besar.” (QS 61: 10-12)

5. Berlapang dada dan jiwa pema’af
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS 3:133)

Dikutip dari acara Majelis Percikan Iman, 25 Maret 2006

[+/-] Baca Selengkapnya...