Cerita ini saya dengar dari ceramahnya Ustadz Budi Prayitno di Daarut Tauhid, yang saat itu sedang mendengarkan kisah para mualaf keturunan tionghoa, para saudara-saudara kita yang memang dilahirkan dan dibesarkan dari keluarga non muslim, berjuang keras agar dapat mempertahankan hidayah yang telah mereka genggam. Begitu banyak ujian menerpa ketika keluarga besar mengetahui berubahnya aqidah anak mereka, saudara mereka, sampai ada seorang ayah yang merasa aib dan malu memiliki anak yang berubah menjadi seorang muslimah dengan busana yang sudah prefect, bergamis dan berjilbab besar. Salahkah mereka ketika mempunyai perasaan terhina ketika salah seorang anggota keluarganya memeluk Islam? ataukah kita umat Islam lah yang salah, karena strategi dakwahnya belum menyentuh orang-orang non Islam? karena kelakuan kita, umat Islam belum mencerminkan indahnya Islam?
Ustadz Budi bertutur......Di suatu kota yang mayoritas non muslim, ada seseorang yang suka adzan tapi suaranya jelek, hanya ia “keukeuh’ untuk jadi muadzin setiap kali waktu shalat tiba.
Suatu hari, seorang pendeta terkenal di kota tersebut, telihat oleh orang-orang disekitar membawa oleh-oleh yang banyak, ketika ditanya oleh-oleh itu untuk siapa, sang pendeta menjawab untuk si tukang adzan, sebagai bentuk rasa syukur dia, karena selama ini dia selalu resah dan gelisah.
Suatu saat, ketika ia sedang berkhotbah digereja, terdengar kumandang adzan, sampai suara adzan itu masuk ke dalam ruang gereja. tiba-tiba anaknya bertanya “ayah, suara apakah itu?”, sang ayah menjawab “itu suara adzan”. “adzan itu apa?” tanya sang anak. “adzan adalah panggilan bagi umat Islam untuk menghadap Tuhan nya”, papar sang ayah. “kok, panggilan untuk menghadap Tuhan jelek, kalau begitu saya gak jadi masuk Islam ”
Ternyata pendeta tersebut gundah gulana, resah gelisah, karena anaknya berkeinginan untuk masuk Islam, tapi karena mendengar suara muadzin yang jelek, sang anak membatalkan dirinya untuk memeluk Islam, pendeta itu pun bersyukur.
Ustadz Budi bertanya kepada jama’ah “siapakah muadzin itu?”
“Muadzin itu adalah kita, karena boleh jadi kita adalah juru kampanye yang buruk bagi Islam. tingkah laku kita, gaya hidup kita, tutur kata kita, mungkin sangat jauh dengan ajaran Islam, sehingga orang di luar Islam pun tidak tertarik terhadap Islam”
Dari uraian Ustadz Budi tersebut, saya pun merenung, ya boleh jadi apa yang dikatakan Ustadz Budi benar, ketika bercermin pada diri sendiri, maka pertanyaan terbesar dalam diri saya adalah “apa yang telah engkau kontribusikan terhadap agamamu?
14 September, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar