“Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah SAW bersabda: “Cabang iman ada enam puluh lebih, atau tujuh puluh lebih, yang paling utama adalah ucapan : LAA ILAAHA ILLALLAAH (tidak ada Tuhan selain Allah), dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Sedangkan malu adalah bagian dari iman” (HR Bukhari dan Muslim).
Malu harus ada pada setiap diri kita. Tetapi, bukan berarti malu ketika harus berbuat kebaikan atau mengerjakan pekerjaan yang nyata-nyata halal. Seperti malu untuk berbicara kebenaran di depan khalayak, malu mengerjakan pekerjaan yang dalam pandangan manusia dianggap rendahan, malu untuk meminta ma’af terlebih dahulu jika memang salah.
Malu yang dimaksud disini adalah malu ketika berbuat kemaksiatan. Memang benar, orang yang tidak memiliki rasa malu maka ia akan terus berusaha memenuhi kepuasan hawa nafsu dunianya tanpa ada rem sedikit pun. Betapa banyak kita lihat di sekeliling, ditengah kehidupan masyarakat yang serba pas-pasan bahkan boleh dibilang serba kekurangan, maka “pencuri berkerah putih” dengan tanpa rasa malu telah tega memakan uang negara untuk kepentingan diri sendiri.
Anda pun dapat melihat, betapa banyak wanita-wanita demi gengsi, keinginan untuk tenar, keinginan untuk meraih jutaan atau bahkan ratusan juta dalam waktu yang singkat, maka mereka tanpa rasa malu telah melepaskan penutup auratnya, bahkan ada yang nekat tanpa secuil benang pun melekat di tubuhnya.
Sesungguhnya, di dalam diri manusia ada benteng alami yang dapat menjaga manusia dari perbuatan maksiat, yaitu perasaan malu, karena malu adalah sebagian dari iman. Ketika manusia sudah tidak memiliki lagi rasa malu, maka ia pun dengan perasaan tanpa dosa akan berani untuk melanggar syariah agama.
Para ulama berpendapat: “Hakikat malu adalah budi pekerti yang mengajak agar meninggalkan kejelekan dan mencegah dari mengurangi hak orang lain”
30 Juli, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar