Di suatu hari minggu, kami sedang mengobrol di dalam mobil yang sedang melaju ke arah Tasikmalaya, kami akan menghadiri acara walimahan salah satu teman kantor. Waktu baru menunjukkan pukul 10 pagi, ketika salah satu teman kami berteriak kepada teman yang lainnya sambil memencet tombol-tombol handphone-nya..”hey, sudah berubah status…” teriaknya kepada semua orang di dalam mobil sambil cengengesan. Nampaknya teman yang satu ini sedang ber-sms ria dengan adik pengantin yang menyatakan ijab kabul sedang dilaksanakan.
Hal yang menarik adalah ungkapan teman saya itu yang meneriakan kalimat “sudah berubah status..”, ya…pernikahan telah merubah status seseorang, merubah seorang perjaka menjadi suami, seorang gadis menjadi istri, maka dibalik “gelar” baru itu, telah menanti konsekuensi yang harus dijalani sebagai suami-isteri.
Perubahan status ini membawa konsekuensi berat sekaligus indah……..konsekuensi berupa hilangnya sebagian kebebasan sebagai individu, karena diberi tanggung jawab harus menafkahi, melindungi, mendidik istri (jika dia seorang suami)
“Allah Ta’ala berfirman:”Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafakahkan sebagian harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang saleh adalah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara mereka.” (QS 4: 34)
Dan konsekuensi harus melayani (mungkin biasanya dilayani), mengabdi, patuh (sepanjang perintah suami tidak bertentangan dengan ajaran agama) (jika dia seorang istri)………..setiap tindakan yang dilakukan seorang wanita, ketika statusnya telah berubah menjadi istri, maka ia tidak bisa bertindak atas kehendak diri sendiri, bahkan untuk shaum sunnat pun seorang istri harus meminta ijin suaminya.
“Dari Abu Hurairah ra., ia berkata:”Rasulullah SAW, bersabda:”Seorang istri tidak diperbolehkan berpuasa sunnat sewaktu suaminya ada di rumah, kecuai dengan seijin suaminya, juga tidak diperbolehkan mengijinkan orang masuk ke rumahnya kecuali dengan seijin suaminya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hilangnya sebagian kebebasan, karena setelah menikah tidak bisa bebas menggunakan waktu untuk diri sendiri, ada orang yang telah menuntut waktu kita untuk dibagi. Seorang suami tidak bisa seenaknya pulang ke rumah kapan pun dia mau, sudah ada istri yang senantiasa menanti kepulangan suaminya, kalau telat pulang bisa membuat isteri khawatir.
Seorang laki-laki yang telah menikah, tidak lagi bebas untuk bermalas-malasan tapi harus bekerja keras mencari penghidupan untuk menghidupi istri dan anak-anak….
Seseorang tidak lagi bisa bebas dengan penampilannya, ada orang lain yang mengharapkan penampilan yang berbeda dengan kebiasaan diwaktu lajang, maka ketika sudah berstatus istri atau suami, tidak bisa lagi cuek dengan penampilan tapi harus bersedia mengikuti selera pasangan hidup demi membahagiakannya (karena membahagaiakan pasangan hidup adalah ibadah, kalau orientasinya ibadah, tampaknya tak akan ada yang memberatkan)………..
Disebut indah, tentunya………karena ada seseorang, “belahan jiwa”, yang siap menjadi partner hidup kita kedepannya, teman berbagi dalam suka dan duka………
Teruntuk temanku yang telah menggenapkan setengah dari agamanya, “barakallaahu laka wa baraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fii khoir”
30 Juli, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar