23 September, 2008

BAHAGIAKAN DIRI DENGAN SATU ISTRI

Buku yang ditulis oleh Ustadz Cahyadi Takriawan ini sungguh elegan dipaparkan oleh seorang suami, bapak, dan tentunya laki-laki. Jadi tulisannya adalah tulisan dari prespektif laki-laki, sosok yang sering dijadikan “tersangka” sebagai pelaku poligami. Meskipun tulisan Ustadz Cah adalah tulisan prespektif beliau sebagai laki-laki, tapi tulisannya banyak dilandaskan ilmu, dipandang dari segi syar’i maupun aspek kehidupan yang lainnya. Karena memang, ketika kita berargumen terhadap sesuatu, maka argumen-argumen itu adalah argumen yang harus dilandaskan pada ilmu, bukan argumen yang didasarkan perasaan belaka.

Buku ini memang tidak membahas hukum poligami, karena hukum poligami tidak usah menjadi perdebatan, karena secara nyata dan jelas telah tertulis dalam kitab suci AL Qur’an, bahwa poligami adalah mubah.
Buku ini lebih membahas praktek poligami yang terjadi di masyarakat kita

Issue poligami, memang sangat sensitive untuk dibicarakan. Kalau sudah menyangkut poligami, seolah-olah kemuliaan seorang lelaki menjadi berkurang. Seperti, ketika saya mendengarkan suatu perbincangan di salah satu radio di Bandung yang akan menghadirkan salah satu kandidat wakil walikota, ada seorang ibu yang menelpon dan menanyakan kepada penyiar, kebenaran issue bahwa salah satu calon wakil walikota itu memiliki istri 4 ? Dari pertanyaan itu, tersirat bahwa ibu tersebut tidak ingin memiliki pemimpin yang melakukan poligami…..

Ustadz Cah, di dalam bukunya tersebut mengkritisi pelaksanaan dari poligami itu sendiri. Image poligami menjadi negatif, karena pada kenyataannya, banyak pelaku poligami yang tindakannya itu tidak membawa kemaslahatan, malah lebih banyak mudharatnya. Jadi jangankan bernilai dakwah, apa yang mereka lakukan justru mencoreng keindahan hukum Islam itu sendiri, dan malah terjadi demarketing dalam dakwah. Secara umum, masyarakat Indonesia sendiri tampaknya masih “berat” menerima aturan poligami. Orang menjadi antipati terhadap para pelaku poligami, bahkan ketika yang berpoligami adalah public figure yang di hormati, terlebih seorang ustadz, para jama’ah pun dengan serta merta menjauh dari sang ustadz.

Kalau menurut pendapat saya pribadi, karena poligami memang diperbolehkan, maka sah-sah saja jika ada orang yang melakukan poligami, karena itu memang pilihan hidupnya. Kita tidak boleh berburuk sangka kepada para pelaku poligami, karena kita tidak mengetahui sedikit pun kondisi keluarga mereka yang sebenarnya. Karena boleh jadi, mereka yang melakukan poligami, telah mempersiapkan diri dan keluarganya secara baik. Sang suami telah memperlakukan istri dan anak-anaknya secara ma’ruf, telah memenuhi semua kebutuhan lahir batin secara layak dan baik, selalu mengajak diskusi istri dan anak-anaknya dalam setiap tindakan yang akan ia lakukan. Dan ternyata istri dan anak-anaknya pun selalu mendukung setiap keputusan suami dan ayah yang mereka cintai………tapi yang jadi masalah, model keluarga seperti ini ada tapi prosentasenya mungkin masih sangat sedikit. Justru yang nampak di permukaan adalah, model-model keluarga poligami yang gagal………..gagal karena suami telah sewenang-wenang menggunakan otoritasnya sebagai pemimpin dalam rumah tangga, sehingga dengan seenaknya, tanpa mengajak peran serta istri dan anak-anak untuk ikut terlibat dalam keputusan yang dibuatnya, dan setelah membuat keputusan sendiri, ia pun berbuat dzhalim karena benar-benar tidak dapat berlaku adil dalam menjalankan kehidupan poligaminya, …ada yang terdzhalimi baik dari segi lahir maupun batin….

Pro maupun kontra terhadap pelaksanaan poligami pastinya akan terus ada. Biasanya para wanita akan berkomentar “kok tega amat sih, si bapak anu menduakan istrinya, mana ada wanita yang ikhlas dimadu, semua wanita juga pasti sakit jika cintanya di bagi”. komentar seperti ini boleh jadi benar, tapi boleh jadi juga kurang tepat, karena umumnya orang berkomentar dari prespektif dirinya pribadi, dirinya tidak rela jika di madu, sehingga ketika menilai orang lain, maka ia menggunakan logika berfikir untuk dirinya.
Dari beberapa info yang saya dapat, ternyata ada juga sang istri yang justru meminta sang suami berpoligami.. Mungkin orang akan menilai bahwa tindakan istri tersebut adalah suatu tindakan bodoh. Tapi bagaimana bisa menilai itu suatu tindakan bodoh, sementara sang penilai tidak pernah tahu latar belakang dan frame of thinking dari seorang istri yang memperbolehkan suaminya berpoligami. Boleh jadi, istri tersebut adalah seorang muslimah yang memang sudah terbina dan memiliki motif ibadah yang mulia, misalnya sebagai bentuk ladang amalnya dalam membantu sesama muslimah yang belum memiliki suami, atau para janda yang membutuhkan pelindung maupun pengayom di kehidupannya.. Memang dibutuhkan keluasan hati, kesabaran yang luar biasa untuk menerima poligami, terlebih bagi pihak istri yang sering menjadi “korban”, dan tentunya sikap dan kepribadian ini tidak dapat diciptakan secara instant. Sikap ini muncul dari niat yang bersih, riyadah yang terus menerus sehingga memiliki keyakinan hati yang mantap dan tentunya muncul dari seorang yang berakhlak mulia.

Tapi saya pun sangat sependapat dengan ustadz Cah, ketika kita melakukan suatu ibadah, maka jangan hanya menilai ibadah tersebut dari satu sudut saja, misalnya karena secara fiqih poligami diperbolehkan, maka para suami dengan seenaknya melakukan poligami tanpa perhitungan. Menurut saya, ketika seorang suami akan melakukan poligami, maka ia harus melakukan suatu evaluasi mendetil tentang kesiapannya untuk berpoligami. Kesiapan yang tidak datang dari diri suami seorang, tapi kesiapan itu (seperti yang saya ungkapkan diatas) juga harus ada pada diri istri, anak-anaknya, keluarga besar seperti orang tua atau mertua, bahkan kesiapan dari istri berikutnya beserta keluarga besarnya. Setiap orang yang nantinya akan terlibat dalam kehidupan poligami harus disamakan dulu visi, misi, tujuannya atau frame of thinking-nya harus diselaraskan terlebih dahulu. Jangan sampai terjadi kekacauan di tengah perjalanan. Karena pernikahan hakekatnya untuk menyatukan keluarga, memperluas silaturahmi. Kalau pernikahan yang berikutnya dilakukan secara diam-diam, bagaimana mau memperluas silaturahmi? Yang ada, mungkin malah saling benci.

Pernikahan harus dilakukan untuk kemaslahatan dan tentunya kebahagiaan, tidak hanya untuk dirinya pribadi yang melakukan pernikahan, tetapi juga untuk seluruh keluarga. Termasuk jika para suami melakukan pernikahan berikutnya, maka pernikahan berikutnya tersebut adalah pernikahan yang harus membawa kemaslahatan yang lebih besar lagi, dan tentunya harus bernilai dakwah. Tidak boleh ada yang terdzhalimi, tidak boleh melakukan ibadah diatas dusta dan diam-diam. Ada banyak kasus, dimana suami menikah lagi tanpa sepengetahuan istri pertama. Atau ada yang terang-terangan menyatakan akan menikah lagi, padahal di satu sisi, sang istri, anak dan keluarga besarnya belum siap menerima keputusan poligami tersebut. Akibatnya timbulah perasaan sakit hati, merasa tidak dihargai, merasa dihianati. Kalau sudah begini, berarti telah terjadi suatu kedzhaliman. Padahal Rasulullah SAW telah memberikan pesan sebagai berikut:
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan yang paling berlemah lembut terhadap istrinya.” (HR Tirmidzi)

Yang menarik dari apa yang dituturkan oleh Ustadz Cah adalah bahwa monogami merupakan sunah Rasul juga. Rasulullah SAW berpoligami setelah Siti Khadijah ra wafat, beliau SAW melaksanakan monogami selama 25 tahun pernikahan beliau SAW dengan Sita Khadijah ra, sedangkan kehidupan poligami dijalankan selama 10 tahun. kehidupan poligami Rasulullah SAW memiliki misi untuk kepentingan dakwah, sosial, budaya.

2 komentar:

  1. Poligamy sudah ada jauh sebelum nabi, dan ketika nabi melakukan Poligamy ada alasan tertentu yang paling mendasar yaitu menyebarkan Agama Islam. Sebab dengan mengawini perempuan bukan dari sukunya maka penyebaran agama Islam menjadi sangat cepat. Sebab dengan mengawini Contoh Putri raja maka Raja setempat merasa bangga karena mendapatkan menantu seorang Nabi. Dan itu dapat di rasakan di Tanah Jawa ketika para wali menyebarkan Islam dengan cara yang sama.

    BalasHapus