01 Agustus, 2008

HUKUMAN MATI DAN PRESPEKTIF KEADILAN

Akhir-akhir ini sedang ramai diberitakan tentang eksekusi hukuman mati atas para terpidana tindakan kejahatan pembunuhan sadis, narkoba dan terorisme.

Pelaksanaan hukuman mati ini mendapatkan beberapa reaksi, ada yang mendukung, tapi ada pula yang menolak. Para pendukung menyatakan bahwa hukuman mati telah memenuhi rasa keadilan bagi para korbannya, sedangkan yang menolak berpendapat bahwa hanya Allah saja yang berhak mengambil nyawa mereka, katanya tidak sesuai dengan hak asasi manusia, salah satu hak asasi manusia adalah hak untuk hidup.

Tapi bagaimana pula dengan korban yang dibunuhnya? Bagaimana nasib keluarga korban?, katanya membunuh satu orang berarti ia telah menghilangkan satu generasi umat manusia.
Pembunuhan adalah suatu tindakan kejahatan yang sangat menyengsarakan para korban dan keluarganya. Jika yang dibunuh adalah seorang ayah yang menjadi tulang punggung keluarga, maka pembunuhan terhadap ayah telah merenggut paksa kebahagian istri dan anak-anaknya, membuyarkan semua harapan dan cita-cita masa depan keluarganya. Jika yang dibunuh seorang ibu, maka si pembunuh telah menghilangkan belaian kasih sayang, kelembutan dan pendidik bagi anak-anaknya. Jika yang dibunuh seorang anak, si pembunuh telah menghilangkan harapan besar orang tuanya.

Dalam ajaran Islam, pembunuhan dikategorikan sebagai jinayat, yaitu bentuk-bentuk perbuatan jahat yang berkaitan dengan jiwa manusia atau anggota tubuh. Pembunuhan yang disengaja adalah suatu dosa besar
“ Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (balasan atas) dosa-dosa (nya).” (QS 25:68)
“Dan baragsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahanam, kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS 4:93)

Tindak kejahatan pembunuhan dapat dikenai sanksi yang disebut qishash dan diyat. Hukuman tertinggi bagi para pembunuh yang disengaja adalah di qishahs. Qishahs adalah balasan yang sepadan yaitu hukuman bagi pembunuh maka di qishash dengan cara dibunuh lagi, kecuali jika ahli waris korban mema’afkan, maka pembunuh harus membayar diyat. Diyat adalah ganti rugi, misal orang yang membunuh tidak sengaja, diyatnya adalah memerdekakan hamba sahaya dan membayar 100 ekor unta

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu melakukan qishahs berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat ma’af dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS2: 178)
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang mukmin serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya, kecuali jika mereka bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhi, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka hendaklah (si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya serta memerdekan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS 4: 92)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar